Analisis Penggunaan Obat Off-Label Antikonvulsan Pada Pasien Non-Epilepsi Di RSUD Kabupaten Pekalongan
Abstract
Abstrak
Antikonvulsan tidak hanya digunakan untuk terapi epilepsi, tetapi juga banyak diresepkan secara off-label pada pasien non-epilepsi seperti gangguan kecemasan, nyeri neuropatik, fibromyalgia, dan insomnia. Penggunaan di luar indikasi ini perlu dikaji dari segi rasionalitas dan kesesuaiannya dengan pedoman klinis. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis penggunaan obat antikonvulsan secara off-label pada pasien non-epilepsi. Penelitian ini menggunakan desain deskriptif retrospektif dengan pengumpulan data rekam medis pasien non-epilepsi yang menerima terapi antikonvulsan selama periode Januari–Desember 2024. Data meliputi usia, jenis kelamin, diagnosis, jenis obat, dosis, dan lama penggunaan, kemudian dianalisis secara deskriptif. Hasil penelitian menunjukkan terdapat 4 diagnosis utama penggunaan antikonvulsan pada pasien gangguan kecemasan, nyeri neuropaty, fibromyalgia dan insomnia. Pasien gangguan kecemasan menunjukkan penggunaan antikonvulsan tertinggi (67,7%) dengan dominasi benzodiazepin (alprazolam, diazepam, lorazepam, clobazam). Nyeri neuropatik ditangani dengan pregabalin (100%), sedangkan fibromyalgia dengan gabapentin dan kombinasi diazepam. Pada insomnia, benzodiazepin kembali mendominasi (70,4%) dengan durasi terapi bervariasi, bahkan lebih dari 30 hari. Penggunaan antikonvulsan off-label pada pasien non-epilepsi masih tinggi, terutama pada gangguan kecemasan dan tidur. Meskipun gabapentinoid telah digunakan secara tepat pada nyeri neuropatik dan fibromyalgia, penggunaan benzodiazepin perlu diawasi ketat karena risiko toleransi dan ketergantungan. Diperlukan intervensi farmasi klinik untuk memastikan penggunaan obat yang aman, efektif, dan rasional.




