JAFP (Jurnal Akademi Farmasi Prayoga) https://jurnal3.akfarprayoga.ac.id/index.php/JAFP <p>Jurnal Akademi Farmasi Prayoga (JAFP)&nbsp; merupakan jurnal yang dikelola oleh Program Studi D3 Farmasi Akademi Farmasi Prayoga Padang. JAFP terbit 2 (dua) kali dalam setahun, yaitu pada bulan April dan Oktober setiap tahunnya. JAFP menerima naskah penelitian (<em>research article</em>) dan review (<em>review article</em>) dalam bidang seputar kefarmasian, baik mengenai sains farmasi maupun farmasi komunitas. Cakupan dalam bidang sains farmasi yaitu Biologi Farmasi dan Farmakognosi, Kimia Farmasi, Farmasetika, Farmakologi dan Toksikologi, dan juga Bioteknologi. Cakupan dalam bidang farmasi komunitas yaitu Farmasi Rumah Sakit, Farmasi Klinis, Farmasi Komunitas, Manajemen Farmasi, dan Farmasi Sosial.</p> Akademi Farmasi Prayoga Padang en-US JAFP (Jurnal Akademi Farmasi Prayoga) 2548-141X Evaluasi Waktu Tunggu Pelayanan Resep Rawat Jalan di Instalasi Farmasi Rumah Sakit X https://jurnal3.akfarprayoga.ac.id/index.php/JAFP/article/view/104 <h1>Abstrak</h1> <p>&nbsp;</p> <p>Pelayanan rawat jalan merupakan bagian penting dari sistem rumah sakit yang berperan sebagai citra awal dan indikator mutu pelayanan kesehatan. Salah satu parameter utama dalam menilai mutu pelayanan farmasi adalah waktu tunggu pelayanan resep. Penelitian ini bertujuan untuk mengevaluasi kesesuaian waktu tunggu pelayanan resep obat racikan dan nonracikan di Instalasi Farmasi Rawat Jalan Rumah Sakit X terhadap Standar Pelayanan Minimal (SPM) yang ditetapkan Kementerian Kesehatan. Metode penelitian yang digunakan adalah deskriptif dengan pendekatan <em>cross-sectional</em> melalui observasi langsung dan pencatatan waktu tunggu pada tanggal 19–27 Agustus 2025. Populasi penelitian mencakup seluruh resep pasien BPJS rawat jalan, dengan pengambilan sampel secara <em>purposive sampling</em> sebanyak 100 resep, terdiri dari 8 resep racikan (8%) dan 92 resep nonracikan (92%). Hasil menunjukkan bahwa rata-rata waktu tunggu pelayanan resep di Instalasi Farmasi Rawat Jalan RS X untuk resep racikan dari 8 sampel resep adalah 21,42 menit, sedangkan untuk resep non-racikan dari 92 sampel resep diperoleh rata-rata waktu tunggu sebesar 23,14 menit, keduanya masih sesuai dengan ketentuan SPM (≤60 menit untuk racikan dan ≤30 menit untuk nonracikan). Faktor yang memengaruhi lama waktu tunggu meliputi jumlah item obat, kompleksitas resep, jumlah tenaga farmasi, serta sistem antrian pelayanan. Kesimpulannya, waktu tunggu pelayanan resep di Instalasi Farmasi Rawat Jalan RS X telah memenuhi standar yang berlaku dan mencerminkan kinerja pelayanan farmasi yang efisien dan terkontrol.</p> Andre Kurniawan Azmie Ramadhini Soffi Aulia Utami Belva Nadilah Naela Safitri Muhammad Naofal Haris ##submission.copyrightStatement## 2025-10-17 2025-10-17 10 2 1 8 10.56350/jafp.v10i2.104 Analisis Penggunaan Obat Off-Label Antikonvulsan Pada Pasien Non-Epilepsi Di RSUD Kabupaten Pekalongan https://jurnal3.akfarprayoga.ac.id/index.php/JAFP/article/view/105 <p>&nbsp;Abstrak</p> <p>&nbsp;</p> <p>Antikonvulsan tidak hanya digunakan untuk terapi epilepsi, tetapi juga banyak diresepkan secara <em>off-label</em> pada pasien non-epilepsi seperti gangguan kecemasan, nyeri neuropatik, fibromyalgia, dan insomnia. Penggunaan di luar indikasi ini perlu dikaji dari segi rasionalitas dan kesesuaiannya dengan pedoman klinis. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis penggunaan obat antikonvulsan secara <em>off-label</em> pada pasien non-epilepsi. Penelitian ini menggunakan desain deskriptif retrospektif dengan pengumpulan data rekam medis pasien non-epilepsi yang menerima terapi antikonvulsan selama periode Januari–Desember 2024. Data meliputi usia, jenis kelamin, diagnosis, jenis obat, dosis, dan lama penggunaan, kemudian dianalisis secara deskriptif. Hasil penelitian menunjukkan terdapat 4 diagnosis utama penggunaan antikonvulsan pada pasien gangguan kecemasan, nyeri neuropaty, fibromyalgia dan insomnia. Pasien gangguan kecemasan menunjukkan penggunaan antikonvulsan tertinggi (67,7%) dengan dominasi benzodiazepin (alprazolam, diazepam, lorazepam, clobazam). <em>Nyeri neuropatik</em> ditangani dengan pregabalin (100%), sedangkan <em>fibromyalgia</em> dengan gabapentin dan kombinasi diazepam. Pada <em>insomnia</em>, benzodiazepin kembali mendominasi (70,4%) dengan durasi terapi bervariasi, bahkan lebih dari 30 hari. Penggunaan antikonvulsan <em>off-label</em> pada pasien non-epilepsi masih tinggi, terutama pada gangguan kecemasan dan tidur. Meskipun gabapentinoid telah digunakan secara tepat pada <em>nyeri neuropatik</em> dan <em>fibromyalgia</em>, penggunaan benzodiazepin perlu diawasi ketat karena risiko toleransi dan ketergantungan. Diperlukan intervensi farmasi klinik untuk memastikan penggunaan obat yang aman, efektif, dan rasional.</p> <p><br> </p> Musa Fitri Fatkhiya Irda Rizky Wiharti Wiwik Indanah Reza Divia ##submission.copyrightStatement## 2025-11-17 2025-11-17 10 2 9 17 10.56350/jafp.v10i2.105 PROFIL INKOMPATIBILITAS PEMBERIAN ANTIBIOTIK INTRAVENA DI RUMAH SAKIT X KABUPATEN PEKALONGAN https://jurnal3.akfarprayoga.ac.id/index.php/JAFP/article/view/106 <h1>Abstrak</h1> <p>&nbsp;</p> <p>Pemberian antibiotik secara intravena memiliki resiko inkompatibilitas ketika dicampur atau diberikan bersamaan melalui satu jalur infus. &nbsp;Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui profil inkompatibilitas antibiotik intravena pada pasien rawat inap di RS Pekalongan periode Mei–Juli 2025. Desain penelitian menggunakan metode deskriptif non-analitik dengan pendekatan retrospektif melalui data rekam medis, catatan pemberian obat, serta wawancara dengan tenaga farmasi dan perawat. Sebanyak 37 pasien memenuhi kriteria inklusi. Antibiotik yang paling sering digunakan adalah golongan sefalosporin generasi ketiga, terutama ceftriaxone, cefotaxime, dan ceftazidime. Hasil menunjukkan adanya inkompatibilitas antara ceftriaxone dengan larutan Ringer Laktat, KCl, ketorolac, CaCO₃, dan gentamisin. Dapat disimpulkan bahwa risiko inkompatibilitas intravena cukup tinggi dan diperlukan pemantauan serta pedoman pencampuran yang lebih ketat untuk meningkatkan keamanan terapi pasien.</p> <p>&nbsp;</p> Irda Rizky Wiharti Musa Fikri Fatkhiya ##submission.copyrightStatement## 2025-11-17 2025-11-17 10 2 18 23 10.56350/jafp.v10i2.106 FORMULASI DAN AKTIFITAS ANTIOKSIDAN KRIM UBI JALAR UNGU (Ipomoea batatas L.) DENGAN ISOPROPIL MIRISTAT https://jurnal3.akfarprayoga.ac.id/index.php/JAFP/article/view/107 <p><strong>Abstrak</strong></p> <p>&nbsp;</p> <p>Kulit adalah lapisan terluar tubuh manusia yang dapat menimbulkan masalah pada tingkat kelembaban dan sinar matahari yang cukup tinggi, sehingga menyebabkan kulit kusam, dan lebih mudah kering. Sediaan krim bermanfaat untuk melembabkan dan mencerahkan kulit. Tanaman yang dapat dimanfaatkan sebagai bahan alami dalam produk perawatan kulit adalah ubi jalar ungu (<em>Ipomoea batatas</em> L.) yang mengandung senyawa antosianin dengan aktivitas antioksidan yang dapat membantu melindungi kulit dari kerusakan akibat radikal bebas dari sinar matahari. Tujuan dari penelitian ini adalah melakukan formulasi dari ekstrak ubi jalar ungu dengan konsentrasi Isopropil Miristat 1% dan 5% sebagai pelembab dan mengukur aktifitas antioksidannya dengan metoda DPPH. Hasil uji fisik sediaan krim ubi jalar ungu memenuhi syarat secara organoleptis, homogen, tidak mengiritasi kulit, stabil. daya sebar 5,3 cm dan 5,5 cm. &nbsp;Evaluasi pH yang dilakukan selama 4 minggu berkisar dari pH 7,45 – 6,97 Sedangkan aktifitas antioksidan dengan metoda DPPH didapatkan IC<sub>50</sub> ekstrak ubi jalar ungu 556 ppm, sedangkan IC<sub>50</sub> sediaan krim 881 ppm yang menunjukkan semakin lemahnya aktifitas antioksidan.</p> Tuty Taslim Reny Salim Verawaty Verawaty ##submission.copyrightStatement## 2025-11-17 2025-11-17 10 2 24 33 10.56350/jafp.v10i2.107 FORMULASI GEL MOISTURIZER EKSTRAK ETANOL DAUN PEPAYA (Carica papaya L.) DENGAN CARBOPOL SEBAGAI GELLING AGENT https://jurnal3.akfarprayoga.ac.id/index.php/JAFP/article/view/108 <h1>Abstrak</h1> <p>&nbsp;</p> <p>Daun pepaya (<em>Carica papaya L.)</em> memiliki aktivitas antioksidan yang berasal dari alkaloid, flavonoid, saponin, tanin, triterpenoid, dan steroid. Dengan kandungan tersebut, daun pepaya berpotensi untuk dimanfaatkan dalam produk kosmetik, namun diperlukan formulasi yang tepat agar efektivitasnya optimal. Penelitian ini bertujuan untuk memperoleh formula gel moisturizer yang memiliki karakteristik terbaik dengan variasi kandungan ekstrak etanol daun papaya <em>(C.papaya L.)</em> 0,5%, 1%, dan 1,5%. Penelitian ini menggunakan metode eksperimental laboratorium. Hasil penelitian menunjukkan bahwa semua formula memenuhi standar SNI 16-4954-1998, stabil secara organoleptik dan homogenitas, memiliki daya sebar 5,4– 5,6 cm, pH 7 dan tidak menyebabkan iritasi. Terdapat perbedaan warna antar formula akibat oleh perbedaan konsentrasi ekstrak. Selain itu, semakin tinggi penggunaan ekstrak maka sediaan gel moisturizer akan semakin cair. Formula dengan konsentrasi 0,5% ekstrak etanol daun pepaya terpilih sebagai yang terbaik berdasarkan berbagai evaluasi sediaan serta preferensi warna, aroma, dan bentuk. Kesimpulan dari penelitian ini adalah konsentrasi ekstrak berpengaruh terhadap karakteristik sediaan gel moisturizer, terutama pada warna yang dihasilkan oleh sediaan tersebut dan peningkatan konsentrasi ekstrak diketahui berbanding terbalik dengan konsistensi &nbsp;sediaan, dimana semakin tinggi konsentrasi ekstrak yang digunakan, maka konsistensi sediaan menjadi lebih cair. Formula yang paling optimal terdapat pada konsentrasi ekstrak 0,5% karena FI (0,5%) menunjukkan persentase tertinggi dalam indikator uji hedonik.</p> <p><strong>&nbsp;</strong></p> Krisyanella Krisyanella Fadhillah Iskandar Resva Meinisasti Mardhah Sastri Utami ##submission.copyrightStatement## 2025-12-02 2025-12-02 10 2 34 45 10.56350/jafp.v10i2.108 KARAKTERISTIK SIMPLISIA STANDAR DAUN TEH (Camellia sinensis L.) DAN UJI KANDUNGAN METABOLIT SEKUNDER https://jurnal3.akfarprayoga.ac.id/index.php/JAFP/article/view/109 <h1>Abstrak</h1> <p>&nbsp;</p> <p>Salah satu program pemerintah dalam bidang farmasi adalah penyediaan bahan baku obat melalui pengembangan sumber daya mandiri. Teh (<em>Camellia sinensis L.</em>) merupakan salah satu tanaman obat yang berpotensi dimanfaatkan sebagai bahan baku karena kandungan komponen bioaktifnya. Untuk memastikan mutu dan kestabilan produk, diperlukan proses standarisasi bahan baku melalui pemeriksaan parameter spesifik dan non spesifik pada simplisia daun teh. Penelitian ini bertujuan untuk menentukan karakteristik simplisia daun teh (<em>Camellia sinensis L.</em>) berdasarkan evaluasi kedua parameter tersebut. Penelitian menggunakan metode eksperimental yang meliputi pengambilan sampel, determinasi tanaman, pembuatan simplisia, serta penetapan parameter spesifik dan non spesifik. Hasil uji parameter spesifik menunjukkan bahwa serbuk simplisia daun teh memiliki sifat organoleptik berupa serbuk halus berwarna coklat kehitaman, bertekstur agak kasar, memiliki rasa sepat, dan beraroma khas. Pengamatan mikroskopik menunjukkan keberadaan rambut penutup serta jaringan kolenkim sebagai fragmen pengenal. Nilai kadar sari larut etanol diperoleh sebesar 12,08% dan kadar sari larut air sebesar 13,74%. Hasil uji parameter non spesifik menunjukkan kadar air sebesar 9,69%, susut pengeringan 9,9%, kadar abu tidak larut asam 0,33%, dan kadar abu total 6,35%. Uji kandungan metabolit sekunder mengindikasikan bahwa simplisia daun teh positif mengandung saponin dan tanin, serta negatif terhadap alkaloid, flavonoid, dan triterpenoid/steroid. Temuan ini dapat menjadi dasar standarisasi awal simplisia daun teh sebagai bahan baku obat.</p> Resva Meinisasti Krisyanella Krisyanella Pittri Andriani Sagita Mardhah Sastri Utami ##submission.copyrightStatement## 2025-12-02 2025-12-02 10 2 46 54 10.56350/jafp.v10i2.109